Jumat, 25 Juni 2010

Tanya Hati part 8 :: Kecewa


Kecewa

KRING! KRING! Bunyi telepon di rumah Cakka. Cakka segera turun dan mengangkat telepon yang berdering kencang itu. Kan Cakka sekarang tinggal sendiri, dan orang tuanya di Hongkong, kakaknya yang bernama Elang kuliah di Jogja.
“Halo?”
“Cak… Cakka.., Ini aku, Obiet!” jawab Obiet melalui telepon.
“Obiet? Ngapain Biet telepon jam segini?” tanya Cakka.
“Cuma mau ngasih tau! Besok Sabtu Agni ultah!”
TITTTT… sambungan telepon putus.
“Hah?” Cakka berpikir sejenak, ia mengulang-ulang apa yang Obiet ucapkan tadi. “Agni! Oh ya! tadi Obiet bilang, ‘Agni mau ultah hari Sabtu!’ Wuahahahaa.. Cakka memang pintar!” ujar Cakka sendirian. Ia sudah memikirkan hadiah apa yang akan ia berikan.
***
‘Sesungguhnya dia ada di dekatmu…’ Hand phone Agni berbunyi tanda ada telepon masuk. Nomor tidak di kenal.
“Halo?”
TITT.. tiba-tiba saja sambungan telepon putus.
“Hah? Misscal! Siapa sih tadi yang telepon? Misterius amat!” keluh Agni pada Hand phone-nya. Dipikir-pikir, percuma dia memarahi hand phone nya. Hahaha.
***
Rio, sedang jalan pagi dengan santai, biasanya sih dia jalan pagi bersama Keke. tapi, Keke nya saja di Semarang, bagaimana caranya?
“Ah, kapan ya Keke pulang? Bosen banget aku disini sendirian.. tanpanyaa (lebay)” ujar Rio pada diri sendiri.
“Semoga, dirimu disana kan baik-baik saja.. Untuk selamanya, disini akukan selalu rindukan dirimu.. Wahai sahabatku,” senandung Rio.
“Cieee.. Yang kangen sama Keke!” goda orang yang ada dibelakang Rio, Oik.
“Heh? Wah, Oik sialan!” kata Rio melihat Oik yang sudah berlari sambil menjulurkan lidah. Rio mengejar Oik.

Beberapa jam kemudian

“Udah, Ik! Pegeeeeeel!” keluh Rio. Oik yang masih di posisi depan, tertawa tak karuan.
“Ih, Rio kalah sama Oik! Oik aja yang badannya kecil masih kuat!” ledek Oik.
“Kan kamu enak, kerjaannya cuma makan, tidur, jalan bareng Obiet, makan, tidur,” ujar Rio ganti meledek Oik. Oik memanyunkan bibir mungilnya, lalu memukul Rio perlahan.
“Rio jeleeeeeek! Nakaaaaaal!” marah Oik.
“Huu.. Dasar cengeng!” balas Rio.
“Ih! Tiang listrik!”
“Si Pendek!”
“Aaaaaahhh.. Udah deh! Males ngurusin kamu!” teriak Oik sambil tersenyum menahan tawa. Rio sudah tertawa sejak tadi.
“Bilang aja udah enggak ada ide! Wkwkwk,” tawa Rio. Pipi Oik memerah. Apa sih yang dia rasakan saat ini? Uhh, enggak! Oik enggak mungkin!
“Mampir yuk ke rumahku!” ajak Rio menggandeng tangan Oik.
DAG DIG DUG.. DUAAAR! Jantung Oik serasa copot. Dia senang, tapi malu. Kayak lagunya Maia, “Mau Tapi Malu”
“Ah, Eh, Iya! Oik mau! Asal ada makanannya! Hehehehe,” Rio mengacak-acak rambut Oik.
“Rakus!”
Huwaaa.. tingkah Rio yang bisa disebut cool itu. Membuat Oik meleleh. Tipe cowok kesukaan Oik kan, cool, romantis, perhatian, enak diajak ngobrol. Mungkin, sekarang semua itu ada di Rio.
‘Tapi, Rio kan enggak romantis? Kayak gitu kok romantis!’ batin Oik seakan bisa membaca penjelasan yang saya tulis diatas.
“Oik! Ayo! Aku tinggal sendiri lho!” seru Rio ternyata sudah lumayan jauh dari Oik. Oik sadar dari lamunan anehnya itu, dan berlari menghampiri Rio.
***
“Cakkaaaaaaaaaaaaaaa!” teriak seorang gadis yang tak lain adalah SHILLA.
‘Gilaa, Shilla?! Mati deh aku.. mending ketemu setan daripada ketemu shilla.. lebih nyeremin dia,’ batin Cakka bengong melihat Shilla.
“Kenapa? Aku cantik ya, Cak? Sampai kamu bengong kayak gitu ngeliatin aku?” tanya Shilla kepedean.
“Kamu cantik?! Langsung kiamat deh!”
“Ih! Cakka ah! Jangan malu-malu gitu dong! Ngaku ajaa!” Shilla memeluk lengan Cakka. Dan itu berhasil! Berhasil… berhasil membuat Cakka risih!
BAK! Terdengar suara benda jatuh. Ternyata itu Agni. Cakka terkejut, sejak kapan Agni ada disitu? Tanpa bicara apapun Agni berlari. Cakka mendorong Shilla, hingga Shilla terjatuh.
“AGNI!” teriak Cakka mengejar Agni. Percuma saja, Agni kan naik sepeda, sedangkan Cakka? Naik kaki!
“Agni! Aku bisa jelasin! Agniii!” teriak Cakka. Ia benar-benar merasa bersalah, karena dulu ia sudah janji pada Agni untuk tidak dekat dengan Shilla, karena Shilla yang berniat mencelakakan Keke. Tadi saja niat Cakka adalah mengusir Shilla.
KRAK! Cakka terjatuh, sakit, sakit. darah segar mengalir di lutut serta lengan Cakka. Cakka pun berteriak sekeras mungkin. Tanpa Cakka sadari, di hati Agni saat mengendarai sepeda dan mendengar teriakan Cakka, Agni tak tega.
‘Cakka, maafin aku, Cak! Tapi kamu udah ngingkari janjimu! Sadar enggak sih? Shilla itu mau nyelakain aku, Keke, sama Oik!’ batin Agni menahan tangis. Untungnya, ia bisa menahan air mata itu.
***
“Rio, Agni, Oik, Obiet, Cakka.. Aku pulaang!” teriak Keke membawa kopernya. Lalu ia menghampiri Ray, dan mendorong kursi roda Ray. Ray tersenyum melihat Keke yang tersenyum senang.
“Ray! Kita kembali lagi!” seru Keke. Ray mengangguk. Keke merain hand phonenya, dan menelepon Rio.
Call Mario Bross? Yes
“Halo! Rio?”
“Lho? Keke? ini Keke?” kaget Rio lewat telepon.
“Iya, yo! Ini aku! Aku pulaang! Aku ke rumahmu ya!” ujar Keke.
“Ah! Kekeee!” teriak suara seperti Oik.
‘Oik? Tapi, kenapa dia bersama Rio?’ batin Keke.
“Oik! Kamu lagi ngapain disana?” tanya Keke.
Dengan santainya Oik menjawab, “Aku main sama Rio! Hahaha, biasalah.. udah sering kaya gini!” suaranya terdengar sangat bahagia. Keke terkejut akan ucapan Oik, serasa bom meledak di hatinya.
‘Apa jangan-jangan… ah! Jangan negative thinking!’ batin Keke sampai melupakan telepon yang masih tersambung.
“Keke? keke!!” teriak Oik memecah lamunan Keke.
“Ah, oh ya! entar aku kesana ya!” balas Keke. Oik tak menjawab, hanya terdengar suara tawanya dan Rio. Seperti lagu Vidi Aldiano ‘Cemburu Menguras Bak Mandi” (loh?) eh maaf salah, “Cemburu Menguras Hati” Keke mematikan teleponnya. Membawa kopernya, dan mendorong kursi roda Ray.
Tanpa sadar setitik air mata jatuh membasahi pipi Keke. Ray yang menyadari itu menepuk pelan tangan Keke yang ada di kursi rodanya. Senyuman manis ada di bibir Ray itu.
“Oik enggak mungkin kayak gitu,” ujarnya. Keke tersentak kaget. Sejak kapan Ray belajar membaca pikiran orang? Ray tertawa.
“Aku cuma menebak, bukan membaca pikiran!” sambungnya makin aneh.
‘Ray? Kenapa dia benar-benar tau apa yang aku pikirkan?’ batin Keke sambil menghapus air matanya. Lalu tersenyum ke Ray, dan mengangguk. Kemudian kembali mendorong kursi roda Ray.
***
Agni, ditengah jalan mengendarai sepeda. Wajahnya melotot saat melihat apa yang ada didepannya.
“Obieet! Awaaaas!” teriak Agni. Obiet menoleh, belum sempat ia menyingkir, Agni sudah membelokkan sepedanya. Dan..
BRUAK!
Agni memegangi kepalanya, pusing. Sikutnya, berdarah, begitu juga lututnya. Perih rasanya. Seperti saat ia mendengar, dan melihat wajah Cakka. Baginya sekarang Cakka pengkhianat. Obiet berlari menghampiri Agni, wajah khawatir terpasang di wajahnya.
“Ag, kamu enggak pa-pa kan?” tanya Obiet. Agni menatap Obiet, wajahnya berkaca-kaca. Dan mulai bermunculan air mata. Ia teringat Cakka, biasanya kalau dia luka atau kecelakaan kecil. Cakkalah, Cakka pahlawan kecilnya yang melindungi dia.
“Loh? Aku salah ya? jangan nangis, Ag!” ujar Obiet bingung sendiri. Agni menutup wajahnya dengan satu tangan, satu tangannya lagi menahan Obiet, yang menawarkan untuk mengobati luka Agni.
“Enggak! Jangan, Biet! Maaf, aku duluan,” ujar Agni berlari hingga lupa akan sepedanya.
***
Cakka bersandar di kasurnya, ingin ia memejamkan matanya. Namun otaknya melarangnya. Kini dipikirannya hanya terukir satu nama, nama orang yang sangat ia sayangi, AGNI.
“Agni!! Kamu sekarang dimana sih? aku pingin liat kamu!” teriak Cakka mengacak-acak rambutnya.
***
Dunia yang awalnya sempurna bagi ke enam sahabat itu, kini berubah. Bagaikan rubik yang diacak, sulit disatukan lagi. Berpikir, dan berpikir, itulah hal yang mereka lakukan. Namun sia-sia, karena dunia sedang tak mengizinkan mereka untuk. Bersahabat.

To Be Continued

Tanya Hati part 7 :: CAGNI BERAKSI!


CAGNI BERAKSI!

Di kelas Agni, Agni merasa seperti ada yang memandangnya sejak tadi. Lalu Agni menoleh ke belakang. Terdapat Cakka yang bersiul, Agni curiga pada Cakka. Tapi ia tak menghiraukan itu dan kembali ke posisi awal duduknya.
“Cewek cantik!” teriak orang dibelakang. Agni menoleh, terdapat Cakka menutupi wajahnya dengan buku. Agni hanya menggelengkan kepalanya. Dan kembali ke posisi duduknya lagi.
“AGNI AWAS!” teriak seseorang. Suaranya berbeda seperti bukan suara Cakka. Agni menoleh kebelakang dan..
PRAK! Tepung terigu jatuh tepat di Agni. Agni celingak-celinguk kesana kemari melihat keadaan dan mencari siapa yang melakukan itu. Cakka menghampirinya.
“Kamu enggak pa-pa, kan Ag?” tanya Cakka khawatir. Agni mentup wajahnya. Ia malu kalau Cakka melihat dia dengan tampang penuh tepung seperti itu. Dan ia berlari keluar kelas.
“AGNI!”
***
Di kelas Oik, damai tentram. Rio sedang mengerjakan dimensi Bahasa Indonesia, dan beberapa menit kemudian, Oik berjalan melangkah keluar kelas. Saat membuka pintu..
SRASH! Ember berisi air jatuh dan berhasil mengenai wajah Oik. Oik mengeluh kesal. Rio terkejut. Beberapa orang ber-tos ria.
“Sialan!” keluh Oik lalu berlari keluar.
“Berhasil guys!” ujar seseorang, Rio mengalihkan pandangan ke suara centil itu.
“Gimana ya di kelas Agni? Dia berhasil enggak ya? Wah, penasaraan!” ujar salah satu gadis. Rio menatap tajam mereka bertiga.
“Oh.. Jadi ternyata kalian ya yang ngelakuin ini semua.. Dan semua hal yang bikin Keke sedih waktu di kelas ini!” kata Rio mengagguk penuh keberhasilan.
***
BRAK! Oik dan Agni saling bertabrakan saat belari menuju toilet.
“Oik?!”
“Agni?!”
“Kamu kenapa?” tanya mereka bebarengan.
“Emm.. Kamu dulu deh, Ik..” kata Agni mempesilakan Oik terlebih dahulu.
“Waktu aku buka pintu kelas, air tiba-tiba turun dari langit gitu! Siapa sih anak iseng yang main begituan?! Rambutku jadi lepek!” keluh Oik memasang manyun khasnya.
“Kamu air aku terigu.. parah, Ik! Waktu aku noleh ke belakang, tiba-tiba ada terigu jatuh dari atas! Ish.. Siapa sih yang ngelakuin semua ini?! Aku jadi manusia terigu gini!” keluh Agni ganti.
***
“Ray! Ray! Ray!” teriak Keke berlari ke kamar Ray dirawat. Di depan kamar rawat Ray, Keke bertemu dokter yang memeriksa Ray.
“Dokter! Ray gimana dok?! Ray gimanaa?!” teriak Keke. Dokter terkejut.
“Maaf, anda siapanya Ray?” tanya Dokter itu.
“Sepupunya, Dok..”
“Oh.. Ray mengalami kecelakaan kecil yang mengakibatkan kakinya tak dapat digerakkan untuk beberapa minggu ini,” jelas Dokter. Keke menghela napas sedikit lega.
‘Untung Ray enggak begitu parah,’ batin Keke.
“Boleh saya masuk, Dok?” tanya Keke. lalu dokter mempersilakan Keke masuk ke kamar rawat Ray.
Terdapat laki-laki bertubuh mungil terbaring di bangsal rumah sakit. Matanya terpejam, ia belum sadar. Keke mendekat ke Ray.
“Aku janji bakal jagain kamu terus, Ray,” kata Keke berjanji. Keke benar-benar sayang kepada Ray. Seperti rasa sayang kakak pada adik.
***
“Agni!” panggil Cakka berbisik. Tapi, Agni tak mendengar, lalu Cakka melepar kertas yang sudah berbentuk bola ke Agni.
“Apa sih?!” marah Agni menoleh ke belakang.
“Aku sekarang tahu siapa orang yang jailin kamu tadi!” Agni melotot.
“Kamu yakin, Cak?!” Cakka mengangguk mantap.
“Siapa orang itu, Cak?!” Lalu Cakka membisikkan nama orang itu. Agni tersenyum kesal (lah?)
“Jadi dia?! Ah, siaal!”
“Eitss.. Ag, aku ada ide buat balas dia!” Lagi-lagi Cakka membisikkan sesuatu. Agni kini tersenyum kemenangan.
“Yeah! Itu Cak! Ah! I Love Youuu..”
“CAKKA! AGNI! JANGAN BERBICARA SAAT JAM PELAJARAN!” bentak Bu Melody. Cakka dan Agni hanya mengangguk lalu menundukkan kepala. Tapi, disaat mereka menundukkan kepala tawa kecil menghias bibir mereka.
***
“Cakkaaaaaaa! Siapin yuuuuk!” seru Agni semangat. Cakka mengangguk, ia tersenyum, dan senyum itu… senyum itu… senyum itu… MANIS! Dan membuat pipi Agni kini memerah.
“Ayo ah! Lamanya! Malah bengong disitu!” ujar Cakka lalu menarik tangan Agni dengan secara tiba-tiba.
“Huwwaa! Cakka! Rambutku nyangkuutt!” teriak Agni saat tahu rambutnya ternyata tersangkut di meja guru, entah bagaimana ceritanya rambut Agni bisa tersangkut di meja guru.
“Ya ampun!” kata Cakka setengah membentak karena sudah geregetan akan sikap Agni. Agni hanya cengar cengir enggak jelas. Ia berusaha melepas rambutnya yang tersangkut, tapi sulit.
“Bisa enggak?” tanya Cakka. Tapi Agni tak menanggapinya. “Bisa apa enggak?!” tanya Cakka lagi setengah berteriak. lag-lagi Agni tak menanggapinya. Segera saja Cakka menarik rambut Agni dengan kasar.
“Awww! Sakitt!” jerit Agni. Cakka tertawa lepas.
“Malah ketawa! Gara-gara siapa nih?”
“Gara-gara orang ganteng + keren + pinter….” Agni sudah membekap mulut Cakka yang nyerocos dengan narsisnya sebelum kalimat yang Cakka ucapkan selesai dan menarik Cakka keluar kelas.
***
“Melihat tawamu, mendengar senandungmu.. terlukis jelas dimatamu.. warna…..”
“RIO!” panggil seseorang. Rio yang belum selesai bernyanyi menoleh ke sumber suara.
CRAK!
“Huwah! Siaaal!” jerit Rio saat wajahnya terkena lemparan telur. Lengket.
“Hahahahahaha! Lihat tuh mukanya Rio! Hahaha! Rio kayak orang gila!” ejek teman yang melihat Rio. Rio tak peduli dan melangkah dengan kesalnya menuju toilet. Diam-diam, orang yang baru saja melempari telur ke wajah Rio tersenyum puas melihat kemarahan Rio.
“Ini baru pemanasan, belum pendinginannya!”
***
“Ha?! Rio?! Mukamu kenapaaaa?” kaget Obiet. Rio menatap Obiet dengan wajah kesal.
“Temenin ke toilet! Takut!” ujar Rio. Obiet hanya menggelengkan kepala.
“Ya sudah! Ayo!”
Sesampainya di toilet, Rio membasuh wajahnya yang lengket karena telur dengan air bersih.
“Kok bisa kelempar telur?” tanya Obiet penasaran.
“Aneh sih! Waktu aku noleh, mukaku langsung kena telur.. jadi aku enggak sempet liat wajah orangnya.. Tapi, kata temen-temen enggak ada yang ngelemparin aku telur!” jelas Rio. Obiet menyandarkan kepalanya ke dinding, dan berpikir ala Detektif Conan.
“Pelan….pelan….sajaaa,” tiba-tiba terdengar suara yang tinggi tapi terdengar sangat kecil, padahal tadi kayaknya enggak ada yang lain selain Obiet dan Rio. Mereka saling tatap.
Rio memandang Obiet seakan bertanya ‘Suara apa itu?’ Obiet hanya mengangkat bahunya. Jari tangan Obiet mengarahkan angka 1 lalu 2 lalu 3!
“Lariiii…!!!” teriak Obiet ngeloyor pergi. Rio jadi ikut lari karena kaget Obiet tiba-tiba saja berlari.
“Hosh..hosh.. Apa… sih Biet? Asal lari pergi aja.. hah.. capeek..” keluh Rio.
“Daripada ketemu hantu! Mending lari aja langsung!” jawab Obiet santai tapi napasnya juga tersengah-sengah.
***
Oik berjalan ke kelasnya, tapi ia merasa aneh. Kenapa semua memandang Oik dengan tawa kecil? Mencurigakan!
“Hihihii.. Enggak tau malu banget si Oik,” bisik salah satu orang. Oik makin bingung, ia gugup untuk berjalan. Lalu Debo datang. Wajahnya tampak terkejut, namun berlebihan.
“Kenapa sih, Bo?” tanya Oik.
“Di punggungmu, Ik..” jawab Debo. Oik meraih apa yang ada dipunggungnya. Kertas!
‘Si Ratu Genit’ Oik meremas kertas yang bertulisan ‘Si Ratu Genit’
“Arggghhh!! Kamu ya, Bo yang nempel ini di punggungku?! Ngaku deh!” tuduh Oik. Debo mengangkat tangannya.
“Baru tau juga sekarang! Jangan asal tuduh, Ik!” balas Debo. Oik menampar pipinya sendiri.
“Huft.. Oik sadar..sadar..sadar!!” teriak Oik tiba-tiba lalu berlari tanpa kata pamit pada Debo. Dan itu membuat Debo kebingungan.
***
Shilla melangkah masuk ke kelasnya, ia sekelas dengan Cakka dan Agni. Saat membuka pintu kelas..
“SURPRISE!” teriak Cakka dan Agni.
BYARRR! BAKK! CRAK! Air, tepung, dan telur menimpa tubuh Shilla.
“Apa maksudmu?! Hah?!” tanya Shilla dengan kasarnya pada Agni.
“Maksudmu juga apa pagi tadi?! Surprise banget yang tadi! Aku bales deh hadiahmu tadi!” jawab Agni dengan santai.
‘Gimana dia bisa tau?’ pikir Shilla terkejut. Ia memandang Cakka, Cakka tersenyum puas.
“Ih! Awas aja! Aku belum kalaah! Tunggu balasankuu!” teriak Shilla pergi ke toilet. Cakka dan Agni ber-tos ria akan kemenangan mereka.
“Tenang, Shill! Aku bakal bales smsnya!!” balas Cakka berteriak. lalu Cakka dan Agni tertawa bersama. Cakka memandang Agni dengan senyum alanya.
‘Kalau lihat… Agni ketawa kayak tadi… manis ya,’ batin Cakka tersenyum sambil memandang Agni yang masih tertawa. Wajahnya sedikit memerah.
“Cakkaaaa!” teriak Agni menoleh ke Cakka. “BERHASIL!” lanjutnya lalu ber-tos ria kembali dengan Cakka. Cakka hanya tersenyum.
“Ihh.. Sok cool amat sih! Waahahhaha! Ketawa ajaa! Enggak usah ditahaan!” kata Agni melihat Cakka seperti menahan tawa.
“Ya udah kalau gitu… Wuahahahahahhahaa!!!”
“Lebaaay, Cak!”
***
1 new message. Itulah kalimat yang tertulis di hand phone Nokia N97 mini berwarna emas milik Rio. Dibukanya sms itu.
Form : Keke
Yo, Ray kecelakaan. Kakinya ga bisa gerak sampe seminggu! Aku sedihhhh bgttttttt.. :’(
‘Segitunya? Jangan-jangan Keke malah suka sama Ray! Kan Ray bukan saudara kandungnya,’ pikir Rio. Lalu ia menggelengkan kepalanya.
‘Jangan pikir gitu ah! Kalau terjadi beneran aku sendiri yang nyesel!’
To : Keke
Kecelakaan? Kok bisa? Titip salam buat Ray ya kalau dia udah sadar! Semoga Ray cepet sembuh!
Send? Yes
Rio melempar tubuhnya ke kasur kamarnya, yang ada dipikirannya kali ini adalah Keke.. Keke.. dan Keke.
“Argh! Kekeeeeee!” teriaknya.
***
Agni berlari kecil ke rumah pohon dekat taman, di tengah jalan. Sesosok gadis yang kini bergaya sok … manis kali ya? tengah berdiri didepan Agni. Agni hanya memasang senyum alanya pada 1 gadis yang tak lain, Shilla.
“Hei! Kamu tu tadi udah bikin aku malu didepan kelas! Aku langsung ke salon tau! Rambutku. Jadi lepek,” keluh Shilla sambil menunjuk-nunjuk Agni. Agni yang kini berpenampilan manis, rambutnya yang dikucir dua kecil, dan rok panjang selutut berwarna senada.
“Yang tadi ya? hehe, masih aja diinget-inget! Eh,eh,eh, tapi kan bukan cuma aku doang! Cakka juga! Kenapa bukan Cakka yang kamu marahin?!” protes Agni.
“Karna…karna..karnaa..,”
“Hayoo! Yang ketahuan suka sama Cakka!” Shilla langsung membekap mulut Agni. Dan menyeret Agni ke suatu tempat.
“Auu!” jerit Shilla saat tangannya digigit oleh Agni.
“Ngapain sih?! Lepasin!” keluh Agni.
“Kamu tu, udah ngerebut Cakka! Sok cantik! Sok manis! Sok lucu didepan Cakka! Caper amat sih!” ejek Shilla. Agni memasang wajah menahan tawa.
“Siapa yang caper bu? Aku justru kasian sama orang yang enggak ngerti arti persahabatan kayak KAMU ITU!” balas Agni.
PLAK! Tiba-tiba Shilla menampar Agni. Agni mengelus pipinya.
“Apa sih! kalau ngomong ati-ati ya!” lanjut Shilla.
“Mulut mulut aku! Siapa yang ngelarang? Aku cuma ngingetin kamu, Shill!” Agni membela diri. Tangan Shilla kini akan menonjok wajah manis Agni itu.
“TUNGGU!” teriak seorang laki-laki yang tiba-tiba datang, siapa lagi kalau bukan, Cakka.
“Cakk..Cakka?” pekik Agni terkejut.
“Shill, kamu itu kalau mau ngelakuin sesuatu harus dipikir dulu!” peringat Cakka. Shilla tertegun.
“Kenapa sih, Cak? Kenapa sih kamu selalu bela Agni? Kamu enggak pernah ngerti perasaanku, Cakk! Sakit! Sakit banget!”
“Mau pidato jangan disini, Bu!” ledek Agni.
“Aku bela Agni karena dia itu bener! Kalau Agni enggak bener, aku juga enggak bakal bela dia!” jawab Cakka. Shilla tak tahu lagi harus membalas apa, lalu ia pergi dengan raut wajah kesal.
“Kamu enggak pa-pa kan, Ag?” tanya Cakka membantu Agni berdiri.
“Enggak pa-pa kok, Cakk!” jawab Agni.
“Pipimu kok merah?” tanya Cakka menunjuk pipi kanan Agni yang habis ditampar Shilla.
“Ah? Ini? Emmm.. Enggak kok! Enggak pa-pa!” jawab Agni berbohong. Cakka mengelus pelan pipi kanan Agni.
“Auu!” jerit Agni. Cakka menggelengkan kepalanya.
“Kayak gini kamu bilang enggak pa-pa?” tanya Cakka. Agni meringis dengan senyum lucunya.
“Hehehe, sebenernya tadi aku sempet di…tampar … Shilla,” jelas Agni.
“APAA?! Wah, kelewatan tuh si Shilla!” marah Cakka.
“Sabar Cakk! Aku santai kok kamunya yang emosi? Hahahaha,” tawa Agni mencairkan suasana.
“Ya udah, nanti di rumah pohon aku obtain dulu!” kata Cakka. Kini, Cakka seperti mama Agni, Agni mengangguk lalu buntutin Cakka.
“Tega banget Cakka… tegaa..,” dan di tempat lain, Shilla melihat adegan CakkAgni. Air mata membasahi pipi Shilla.
***
TO BE CONTINUED