Jumat, 25 Juni 2010

Tanya Hati part 8 :: Kecewa


Kecewa

KRING! KRING! Bunyi telepon di rumah Cakka. Cakka segera turun dan mengangkat telepon yang berdering kencang itu. Kan Cakka sekarang tinggal sendiri, dan orang tuanya di Hongkong, kakaknya yang bernama Elang kuliah di Jogja.
“Halo?”
“Cak… Cakka.., Ini aku, Obiet!” jawab Obiet melalui telepon.
“Obiet? Ngapain Biet telepon jam segini?” tanya Cakka.
“Cuma mau ngasih tau! Besok Sabtu Agni ultah!”
TITTTT… sambungan telepon putus.
“Hah?” Cakka berpikir sejenak, ia mengulang-ulang apa yang Obiet ucapkan tadi. “Agni! Oh ya! tadi Obiet bilang, ‘Agni mau ultah hari Sabtu!’ Wuahahahaa.. Cakka memang pintar!” ujar Cakka sendirian. Ia sudah memikirkan hadiah apa yang akan ia berikan.
***
‘Sesungguhnya dia ada di dekatmu…’ Hand phone Agni berbunyi tanda ada telepon masuk. Nomor tidak di kenal.
“Halo?”
TITT.. tiba-tiba saja sambungan telepon putus.
“Hah? Misscal! Siapa sih tadi yang telepon? Misterius amat!” keluh Agni pada Hand phone-nya. Dipikir-pikir, percuma dia memarahi hand phone nya. Hahaha.
***
Rio, sedang jalan pagi dengan santai, biasanya sih dia jalan pagi bersama Keke. tapi, Keke nya saja di Semarang, bagaimana caranya?
“Ah, kapan ya Keke pulang? Bosen banget aku disini sendirian.. tanpanyaa (lebay)” ujar Rio pada diri sendiri.
“Semoga, dirimu disana kan baik-baik saja.. Untuk selamanya, disini akukan selalu rindukan dirimu.. Wahai sahabatku,” senandung Rio.
“Cieee.. Yang kangen sama Keke!” goda orang yang ada dibelakang Rio, Oik.
“Heh? Wah, Oik sialan!” kata Rio melihat Oik yang sudah berlari sambil menjulurkan lidah. Rio mengejar Oik.

Beberapa jam kemudian

“Udah, Ik! Pegeeeeeel!” keluh Rio. Oik yang masih di posisi depan, tertawa tak karuan.
“Ih, Rio kalah sama Oik! Oik aja yang badannya kecil masih kuat!” ledek Oik.
“Kan kamu enak, kerjaannya cuma makan, tidur, jalan bareng Obiet, makan, tidur,” ujar Rio ganti meledek Oik. Oik memanyunkan bibir mungilnya, lalu memukul Rio perlahan.
“Rio jeleeeeeek! Nakaaaaaal!” marah Oik.
“Huu.. Dasar cengeng!” balas Rio.
“Ih! Tiang listrik!”
“Si Pendek!”
“Aaaaaahhh.. Udah deh! Males ngurusin kamu!” teriak Oik sambil tersenyum menahan tawa. Rio sudah tertawa sejak tadi.
“Bilang aja udah enggak ada ide! Wkwkwk,” tawa Rio. Pipi Oik memerah. Apa sih yang dia rasakan saat ini? Uhh, enggak! Oik enggak mungkin!
“Mampir yuk ke rumahku!” ajak Rio menggandeng tangan Oik.
DAG DIG DUG.. DUAAAR! Jantung Oik serasa copot. Dia senang, tapi malu. Kayak lagunya Maia, “Mau Tapi Malu”
“Ah, Eh, Iya! Oik mau! Asal ada makanannya! Hehehehe,” Rio mengacak-acak rambut Oik.
“Rakus!”
Huwaaa.. tingkah Rio yang bisa disebut cool itu. Membuat Oik meleleh. Tipe cowok kesukaan Oik kan, cool, romantis, perhatian, enak diajak ngobrol. Mungkin, sekarang semua itu ada di Rio.
‘Tapi, Rio kan enggak romantis? Kayak gitu kok romantis!’ batin Oik seakan bisa membaca penjelasan yang saya tulis diatas.
“Oik! Ayo! Aku tinggal sendiri lho!” seru Rio ternyata sudah lumayan jauh dari Oik. Oik sadar dari lamunan anehnya itu, dan berlari menghampiri Rio.
***
“Cakkaaaaaaaaaaaaaaa!” teriak seorang gadis yang tak lain adalah SHILLA.
‘Gilaa, Shilla?! Mati deh aku.. mending ketemu setan daripada ketemu shilla.. lebih nyeremin dia,’ batin Cakka bengong melihat Shilla.
“Kenapa? Aku cantik ya, Cak? Sampai kamu bengong kayak gitu ngeliatin aku?” tanya Shilla kepedean.
“Kamu cantik?! Langsung kiamat deh!”
“Ih! Cakka ah! Jangan malu-malu gitu dong! Ngaku ajaa!” Shilla memeluk lengan Cakka. Dan itu berhasil! Berhasil… berhasil membuat Cakka risih!
BAK! Terdengar suara benda jatuh. Ternyata itu Agni. Cakka terkejut, sejak kapan Agni ada disitu? Tanpa bicara apapun Agni berlari. Cakka mendorong Shilla, hingga Shilla terjatuh.
“AGNI!” teriak Cakka mengejar Agni. Percuma saja, Agni kan naik sepeda, sedangkan Cakka? Naik kaki!
“Agni! Aku bisa jelasin! Agniii!” teriak Cakka. Ia benar-benar merasa bersalah, karena dulu ia sudah janji pada Agni untuk tidak dekat dengan Shilla, karena Shilla yang berniat mencelakakan Keke. Tadi saja niat Cakka adalah mengusir Shilla.
KRAK! Cakka terjatuh, sakit, sakit. darah segar mengalir di lutut serta lengan Cakka. Cakka pun berteriak sekeras mungkin. Tanpa Cakka sadari, di hati Agni saat mengendarai sepeda dan mendengar teriakan Cakka, Agni tak tega.
‘Cakka, maafin aku, Cak! Tapi kamu udah ngingkari janjimu! Sadar enggak sih? Shilla itu mau nyelakain aku, Keke, sama Oik!’ batin Agni menahan tangis. Untungnya, ia bisa menahan air mata itu.
***
“Rio, Agni, Oik, Obiet, Cakka.. Aku pulaang!” teriak Keke membawa kopernya. Lalu ia menghampiri Ray, dan mendorong kursi roda Ray. Ray tersenyum melihat Keke yang tersenyum senang.
“Ray! Kita kembali lagi!” seru Keke. Ray mengangguk. Keke merain hand phonenya, dan menelepon Rio.
Call Mario Bross? Yes
“Halo! Rio?”
“Lho? Keke? ini Keke?” kaget Rio lewat telepon.
“Iya, yo! Ini aku! Aku pulaang! Aku ke rumahmu ya!” ujar Keke.
“Ah! Kekeee!” teriak suara seperti Oik.
‘Oik? Tapi, kenapa dia bersama Rio?’ batin Keke.
“Oik! Kamu lagi ngapain disana?” tanya Keke.
Dengan santainya Oik menjawab, “Aku main sama Rio! Hahaha, biasalah.. udah sering kaya gini!” suaranya terdengar sangat bahagia. Keke terkejut akan ucapan Oik, serasa bom meledak di hatinya.
‘Apa jangan-jangan… ah! Jangan negative thinking!’ batin Keke sampai melupakan telepon yang masih tersambung.
“Keke? keke!!” teriak Oik memecah lamunan Keke.
“Ah, oh ya! entar aku kesana ya!” balas Keke. Oik tak menjawab, hanya terdengar suara tawanya dan Rio. Seperti lagu Vidi Aldiano ‘Cemburu Menguras Bak Mandi” (loh?) eh maaf salah, “Cemburu Menguras Hati” Keke mematikan teleponnya. Membawa kopernya, dan mendorong kursi roda Ray.
Tanpa sadar setitik air mata jatuh membasahi pipi Keke. Ray yang menyadari itu menepuk pelan tangan Keke yang ada di kursi rodanya. Senyuman manis ada di bibir Ray itu.
“Oik enggak mungkin kayak gitu,” ujarnya. Keke tersentak kaget. Sejak kapan Ray belajar membaca pikiran orang? Ray tertawa.
“Aku cuma menebak, bukan membaca pikiran!” sambungnya makin aneh.
‘Ray? Kenapa dia benar-benar tau apa yang aku pikirkan?’ batin Keke sambil menghapus air matanya. Lalu tersenyum ke Ray, dan mengangguk. Kemudian kembali mendorong kursi roda Ray.
***
Agni, ditengah jalan mengendarai sepeda. Wajahnya melotot saat melihat apa yang ada didepannya.
“Obieet! Awaaaas!” teriak Agni. Obiet menoleh, belum sempat ia menyingkir, Agni sudah membelokkan sepedanya. Dan..
BRUAK!
Agni memegangi kepalanya, pusing. Sikutnya, berdarah, begitu juga lututnya. Perih rasanya. Seperti saat ia mendengar, dan melihat wajah Cakka. Baginya sekarang Cakka pengkhianat. Obiet berlari menghampiri Agni, wajah khawatir terpasang di wajahnya.
“Ag, kamu enggak pa-pa kan?” tanya Obiet. Agni menatap Obiet, wajahnya berkaca-kaca. Dan mulai bermunculan air mata. Ia teringat Cakka, biasanya kalau dia luka atau kecelakaan kecil. Cakkalah, Cakka pahlawan kecilnya yang melindungi dia.
“Loh? Aku salah ya? jangan nangis, Ag!” ujar Obiet bingung sendiri. Agni menutup wajahnya dengan satu tangan, satu tangannya lagi menahan Obiet, yang menawarkan untuk mengobati luka Agni.
“Enggak! Jangan, Biet! Maaf, aku duluan,” ujar Agni berlari hingga lupa akan sepedanya.
***
Cakka bersandar di kasurnya, ingin ia memejamkan matanya. Namun otaknya melarangnya. Kini dipikirannya hanya terukir satu nama, nama orang yang sangat ia sayangi, AGNI.
“Agni!! Kamu sekarang dimana sih? aku pingin liat kamu!” teriak Cakka mengacak-acak rambutnya.
***
Dunia yang awalnya sempurna bagi ke enam sahabat itu, kini berubah. Bagaikan rubik yang diacak, sulit disatukan lagi. Berpikir, dan berpikir, itulah hal yang mereka lakukan. Namun sia-sia, karena dunia sedang tak mengizinkan mereka untuk. Bersahabat.

To Be Continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar