Jumat, 17 September 2010

Kisah Asli Beberapa Dongeng Terkenal

Hemm. Kalian tahu cerita dongeng Walt Disney yang sangat sangat sangat terkenal di dunia? Seperti Cinderella, Sleeping Beauty, Snow White, dsb.
Manis dan romantis bukan cerita-cerita dongeng itu? Pasti kalian tahu dong jalan cerita dongeng-dongeng itu?
Pertama, berterima kasihlah pada Hans Christian Andersen, Brother Grimms, dan Walt Disney. Karena mereka telah mengubah cerita horor nan tragis itu menjadi cerita yang manis dan menyentuh. 
Dinna tahu semuanya dari google (thanks google :) dan dinna baca semua tentang Cerita Asli Dongeng Anak. Terkejut, shock, dan sampai sekarang masih terbayang-bayang hal yang mungkin mengerikan dan sangat.. ngeeeh. 
Dongeng pembawa tidur nyenyak dan mimpi indah itu ternyata berbeda. Bukan begitu awal ceritanya. Mungkin jika kita dulu waktu kecil mendengar kisah asli itu pasti sampai sekarang kita akan masih terbayang-bayang SERAMnya cerita itu. Oke, maaf terlalu banyak basa-basi :) hehe, biasalah dinna kan cerewet.

Inilah beberapa kisah manis nan romantis yang ternyata sangat seram nan tragis :

1. Snow White

Snow White, dalam bahasa Indonesia berarti Putih Salju. Namun, kebanyakan anak-anak menyebut 'Putri Salju' entah dari siapa dan darimana itu berasal. 

Kisah manis tentang gadis paling cantik dan Ratu yang iri pada kecantikan Snow White. Berusaha membunuh dengan apel beracun. Namun, apel beracun itu kalah 'total' dengan cinta sejati dari sang pangeran. Dan akhirnya Ratu dihukum -entah diapakan- dan Snow White serta pangeran itu hidup bahagia selamanya.

Sebenarnya, cerita itu tak sesimpel itu. 
Ratu menyuruh salah satu pengawal untuk membunuh Snow White, dan dengan membawa jantung nya sebagai bukti atas kematian Snow White. Tapi, pengawal itu mengelabuhi sang Ratu dan yang dibawa hanyalah jantung seekor rusa. Sang ratu yang tak tahu apa-apa, memakan jantung -rusa- itu. Dalam maksud awal, akan tertular kecantikan Snow White (Ratu tidak tahu itu jantung rusa)

Di akhir cerita, Snow White dinyatakan meninggal setelah memakan apel beracun dari Ratu yang menyamar menjadi sesosok nenek tua penjual apel. Tapi, racun apel itu dengan mudah terkalahkan dari cinta sejati pangeran yang mencintai Snow White.
Dan saat acara pernikahan, Ratu itu diundang dan saat datang, alangkah terkejutnya. Sang Ratu telah disapa oleh sepatu yang sangat panas. Pangeran menghukum Ratu dengan memotong kedua kaki Sang Ratu dan menyuruhnya menari -dengan sepatu panas itu- di depan Snow White dan pangeran sampai mati.

Sungguh tragis bukan? Kejam sekali pangeran. Apel beracun dan penggalan kaki. Apa itu imbang?

2. Cinderella
Cinderella yang terdapat berbagai macam. Ada versi modern, seram, romantis, panjang, dsb. 

Fakta pertama yang dinna dapat : Sebenarnya sepatu yang dikenakan Cinderella itu bukanlah sepatu kaca yang mengkilap. Tetapi sepatu bulu. Terjadi kesalahan pada s
ang pencerita. Kata vair (bulu) dan vere (kaca) memang terdengar sama jika di baca.

Cerita asli Cinderella tidak sesimpel itu. Ibu tiri disini berjuang keras supaya salah satu anaknya itu dapat memakai sepatu kaca. Kakak tiri yang pertama, sepatu itu kekecilan dikenakannya. Sehingga, Ibu tiri memotong kaki itu sebagian supaya pas jika memakai sepatu itu. Pangeran yang tak tahu apapun, menikahi Kakak tiri Cinderella. Tapi, beberapa burung datang dan bernyanyian "dia bohong.. dia bohong.. dia bohong..," sehingga Pangeran mengembalikan Kakak tiri Cinderella itu. 
Kakak keduanya, sepatu itu kebesaran jika dikenakannya. Sehingga, ibu tiri melindaskan roda kereta kuda yang sangat berat ke kaki kakak tiri Cinderella -yang kedua- itu. Kakinya pun membengkak, dan pas menggunakan sepatu itu. Pangeran pun menikahi kakak tiri Cinderella -yang kedua- itu. Tapi, entah apa yang terjadi (dinna engga tahu) pangeran mengetahui semuanya dan mengembalikan lagi kakak tiri Cinderella -kedua- itu.

Akhir ceritanya, Cinderella menikah dengan Pangeran. Dan saat kedua kakak tiri itu datang ke acara pesta itu. Beberapa burung mematuk-matuk kedua mata masing-masing. Sehingga mereka berdua buta untuk selamanya. Begitu juga Ibu tiri Cinderella.

Dinna juga tahu ini dari kakak dinna (Thanks mbak arin. luv yuu) kakak dinna katanya pernah lihat film Cinderella versi... ehm. apa ya? Pokoknya bukan Walt Disney.

Tragis? Kasian sih sama kakak-kakak tirinya. Ikut kena getahnya Ibu mereka. Ibunya paling kejam.

3. Hans and Gretel
Cerita lucu tentang dua saudara yang di buang oleh orang tua mereka di hutan dan menemukan rumah kue dan bertemu penyihir yang ingin memakan mereka. Tapi mereka berhasil lolos. Itulah cerita dari Walt Disney. Sesungguhnya tidak.

Cerita aslinya, orang tua dua saudara ini psycho. Suka melihat darah. Sehingga orang tua mereka suka menyayat kulit mereka hingga darah merah segar mengalir. Orang tua mereka itu justru tertawa senang melihat darah yang mengalir dari anaknya itu. 

Hansel and Gretel tak tahan, dan akhirnya kabur dari rumah. Dan menemukan rumah 
terbuat dari kue dan coklat. Sungguh terkejutnya, ternyata rumah itu dihuni oleh sesosok nenek tua yang kanibal (suka memakan sesama manusia) dan akhirnya, dua anak itu dimakan oleh Nenek tua yang tinggal di rumah kue coklat itu.

Ini cerita yang pertama kali mengangkat tema Kanibalisme.
Sehingga, sesungguhnya hanya cocok dilihat orang dewasa. Jika kita masih kecil melihatnya? Tak dapat terbayangkan ketakutan kita.

4. Little Red Riding Hood
Cerita gadis berkudung merah ini lumayan terkenal. Dan nyaris dibuat film. Di cerita yang kita kenal, gadis ini dikejar serigala namun akhirnya selamat. Sesungguhnya tidak.

Cerita aslinya.
Ibu si kudung merah menyuruh anaknya itu membawa bekal pada Neneknya yang sakit. Dan nenek itu tinggal di hutan. Ibu si kudung merah menyuruh anaknya berangkat subuh-subuh. Namun, entah apa yang terjadi, ia justru berangkat malam-malam. Dan hasilnya, ia dikejar-kejar oleh serigala ganas yang ada di hutan itu.

Ia memang berhasil lolos, tetapi. Ada tetapinya nih. Saat sampai di rumah neneknya, ternyata nenek pun telah di makan oleh serigala lain. Akhirnya, anak itu juga dimangsa oleh srigala.

Katanya juga, cerita ini diambil dari kisah nyata kejadian abad 18 di Eropa. 
Bayangkan jika kita saat kecil menonton film dengan cerita asli? Uuh. Berterima kasih pada Allah SWT yang telah menakdirkan HS Andersen mengubah alur cerita itu.

5. The Little Mermaid

Maaf ya engga bisa pasang foto. Soalnya susah banget engga bisa bisa. Hehehe. Ini cerita terakhir. 
The Little Mermaid, dan biasa dikenal dengan Putri Duyung (lagu Under The Sea, pasti kalian tahu) cerita yang kita kenal, putri duyung itu akhirnya menikah dengan Pangeran yang juga mencintainya. Tidak. semua itu bukan cerita asli. Hanya rekaan ulang Walt Disney.

Cerita aslinya, putri duyung itu tidak hanya mempunyai kaki dan mengejar cinta pangeran begitu saja. Tetapi, ia juga dibekali pisau tajam yang tertata rapih di rambut panjang bergelombang yang tebal. Untuk apa? Untuk membunuh orang yang curiga terhadapnya. Dia melakukan hal itu untuk menjaga jati dirinya dan menyelamatkan kerajaan Neptunus dan spesies Mermaid di laut agar tidak menjadi buruan manusia. 

Sayang sekali perjuangannya sia-sia. Cintanya bertepuk sebelah tangan. Dan ia membunuh dirinya sendiri dengan pisau yang terselip di rambut tebalnya itu.
Di buku HS Andresen versi komik yang dinna baca sih, Ariel bunuh diri dan menjadi buih. 

Sadis? Ya. Seram? Mungkin. Lucu? TIDAK. Hahahaha. Mungkin seram juga jika kita melihat kartun versi aslinya. Penuh darah. Seperti film Merah Putih II (Darah Garuda) hahahaha.

Mungkin boleh dinna tambah satu cerita lagi? Dinna tahu dari kakak dinna (thanks again mbak arin) 

6. Sleeping Beauty

Pendek saja deh. Katanya, ayah Aurora itu menikah dengan apa itu namanya? Monster? Bukan bukan. Pokoknya kaya Shrek itu, tahu kan film Shrek? Nah, jadilah Aurora adalah sesosok raksasa.
Yah mungkin cuma itu. Jadi sesungguhnya Sleeping Beauty itu adalah raksasa. konyol ya? Hahahaha.

Oke. itu sedikit cerita dari dinna, semoga kalian suka :* dan dinna bisa sedikit membantu kalian. 

Terima kasih telah membaca dan mampir ke blog Dinna :) 
Sampai jumpa lagi pembaca! ^

Tanya Hati part 10 :: Psikopat dan Lelaki Misterius

                        Psikopat dan Lelaki Misterius

 

            “Emir, kamu duduk di sebelah Obiet,” ujar Bu Dista. Emir mengangguk dan berjalan menuju bangku Obiet yang tak jauh dari bangku Cakka dan Agni. Tepat di sebelah bangku Cakka, Emir duduk. Sempat ia melewati bangku Agni. Dan ia tersenyum manis ke Agni.

            ‘Apa sih maunya dia?! Ngeselin!’ marah Cakka dalam hati. Emir dan Cakka masuk ke dalam aksi tatap-tatapan. Emir memandang sinis, Cakka pun tak kalah sinisnya memandang Emir. Obiet yang tahu hanya bisa pusing.

            ‘Kenapa juga ada acara Emir pindah sekolah kesini?’ pikir Obiet memendam kepalanya ke dalam tangannya yang telah di silangkan.

                                                            ***

            “Eh, Ri…,”

            “Rio! Ke kantin yuk!” seru Oik menarik tangan Rio. Keke yang tadinya juga akan mengajak Rio untuk ke kantin hanya memanyunkan bibirnya.

            “Eh iya.. Keke, ayo!” ajak Rio. Keke masih tetap memanyunkan bibirnya. Lalu ia berusaha membuat senyuman di bibirnya.

            “Iya! Ay..,”

            “Ayolah Rio! Cepetan dikit! Hehehe,” Sekali lagi Oik memotong perkataan Keke.           

            “Iya, Ik!” Lalu Rio menoleh ke belakang. Keke tepat disana berdiri dengan memanyunkan bibirnya. Rio terdiam, Keke memandangnya kesal.

            “Ayo.. Ke..,” ucapnya perlahan. Keke melangkah pergi.

            “Aku sama Ray aja!” balas Keke. dalam hatinya ia menggeram kesal. Rasanya kesal melihat sikap Oik yang bisa di bilang sangat manja pada Rio. Ray pun melihat kejadian itu. Keke telah ada di belakangnya, siap untuk mendorong kursi roda yang ia gunakan. Ray menatap Keke dengan mendongakkan sedikit kepalanya.

            “Kamu enggak pa-pa, Ke?” tanya Ray.

            “Huft.. Enggak.. pa-pa,” jawab Keke menghela napas. ‘Aduh, laper.. Tapi, kalau Ray keluar kelas, bisa-bisa diledekin semua anak-anak lagi,’ batin Keke. terkadang ia melirik Ray. Ray yang diam kini tahu apa yang Keke ucapkan dalam hati itu.

            “Laper enggak, Ke? Ke kantin yuk!” ajak Ray. Keke terkejut, kenapa tiba-tiba gini? Seperti Ray bisa membaca pikirannya.

            “Ah, Eh? Tapi kan kalau nanti…,”

            “Stt! Aku laper nih! Ayo ke kantin!” rengek Ray berpura-pura manja. Bukan seperti Ray, melainkan Oik. Keke tersenyum, lalu menganggukkan kepala.

                                                                        ***

            “Rio!” panggil Cakka sedikit berteriak. Rio otomatis menoleh, ia mendekati Cakka tanpa pamit atau berkata apapun pada Oik.

            “Apaan, Cak? Ada kabar buruk apa lagi?” tanya Rio dengan secepat kilat mengerti apa yang Cakka maksud. Lalu Cakka bergerak akan berbisik tepat di telinga Rio.

            ‘E mir se ko lah di si ni’ bisik Cakka seperti anak SD sedang mencoba belajar membaca. Rio terkejut.

            “Emir Mahira itu, Cak? Gila! Ngapain dia ngikutin kita kesini! Emir temen lamamu itu kan, Cak?” tanya Rio tak yakin. Cakka mengangguk lesu.

            “Yang paling nyebelin, dia itu suka AGNI.” ujarnya memberi penekanan nama Agni. Menaikkan satu alis, itu yang dilakukan Rio mendengar perkataan Cakka.

            “Tau darimana kamu, Cak?” tanya Rio.

            “Dari cara dia mandang Agni, senyum ke Agni, sapanya ke Agni, gerak-gerik ke Agni, keliatan banget lah pokoknya!” jawab Cakka menggebu-gebu penuh emosi. Rio menepuk punggung Cakka beberapa kali.

            “Sabar, bro! aku juga senasib kali sama kamu,” sambung Rio berganti mencurahkan isi hatinya pada Cakka.

            “Kok bisa?” tanya Cakka. Rio menghela napas panjang, lalu menatap Cakka dalam-dalam.

            “Pertama, aku ngecewain dua cewek. Kedua, Keke jadi ngehindar terus kalau ketemu aku. Ketiga, dia jadi deket sama Ray. Sial banget idupku,” jawab Rio dengan wajah memelas. Bagaikan kucing tak diberi makan tiga hari atau lebih.

            “Sabar ya, yo. Cobaan emang kejem! Tapi, yakin aja bisa ngelewatin semuanya!” Cakka memberi semangat pada Rio. Rio tersenyum, lalu memeluk Cakka penuh tenaga.

            “Sip, Cak! Makasih!” kata Rio mengakhiri pembicaraan dengan Cakka. Dan ia berlari secepat mungkin menuju kelasnya.

            ‘Dasar emang cinta itu rumit kaya mie ayam.’ batin Cakka berjalan perlahan menuju kelasnya.

                                                                        ***

            “AGNI!” teriak Cakka yang dari kejauhan melihat Agni sedang berjalan masuk kelas. Agni mendengar seseorang meneriakkan namanya, dan otomatis menoleh ke sumber suara.

            “Cakka? Kenapa?” tanya Agni. Cakka berhenti tepat di depan Agni dengan napas tak beraturan. Ia membungkukkan tubuhnya dengan tangan dilutut. Agni sedikit membungkuk juga untuk melihat Cakka.

            “Cakka, kamu enggak pa-pa kan?” tanya Agni. Cakka menggeleng dan tetap mengatur napasnya.

            “Aku habis lari-lari jadinya ya gini! Kan itu biasa, Ag! Hahaha!” jawab Cakka. Agni tertawa kecil. “Gitu aja khawatir.”

            “Eh? Siapa juga yang khawatir? Ih, pede!” balas Agni menyalahkan kalimat terakhir Cakka. Cakka menatap jail pada Agni.

            “Masa sih.. princess?”

            “Apaan deh pakai manggil princess-princess-an segala! Aku enggak suka kali jadi putri!” balas Agni dengan senyum tak kalah jailnya dengan Cakka.

            “Terus?”

            “Kuda! Hahahaha!” canda Agni tertawa lepas. Cakka menggelengkan kepala, heran dengan gadis satu ini. Benar-benar Bukan Cewek Biasa.

            “kalau gitu, putri kuda!” balas Cakka dengan candaan juga. Agni tersenyum lebar, itu mungkin tawanya. Tapi entahlah, karena suara tawa itu tak terdengar.

            “Kalau aku Horse Princes.. Cakka jadi Pangeran Merah Jambu! Hahahha! Pangeran bencong kali ya?”

            “Aneh-aneh aja kamu, Ag!”

            “Kamu juga sama anehnya! Bwee!”

            “Udah ah! Ayo masuk kelas!” ajak Cakka segera menarik tangan Agni masuk ke kelas. Sudah ramai di dalam kelas, sehingga banyak mata memperhatikan mereka berdua yang berjalan masuk, termasuk Emir. Cakka menggandeng tangan Agni dan memasang senyum kemenangan kepada Emir.

            ‘Asem! Gila kali tu bocah! Cakka Kawekas Nuraga, ngajak berantem aja nih,’ batin Emir melihat Cakka dan Agni.

                                                                        ***

            Krik! Bunyi kamera Obiet saat ia memotret seorang gadis, berambut panjang, dengan poni lucu, Oik.

            ‘Aku enggak peduli mau Oik suka sama siapa aja.. Soalnya, enggak ada yang bisa gantiin Oik di hati..’ batin Obiet tersenyum. Lalu kembali mengarahkan kameranya pada Oik secara diam-diam.

            “Woy, Biet!” sapa Cakka. Obiet secara otomatis segera menarik tangan Cakka hingga sejajar dengannya, bersembunyi di balik semak-semak.

            “Stt!” Cakka menatapnya bingung dan juga terkejut.

            “Kenapa?” tanya Cakka dengan suara lirih. Obiet kembali memasang wajah santainya, dan menurunkan kameranya perlahan.

            “Lagi.. ehm.. tau kan?” Cakka memasang tampang penuh jawaban seperti iklan ‘AHA!’ di televisi. Obiet menepuk jidatnya, “Enggak usah pasang tu tampang deh, Cak.. Eneg aku liatnya,”

            “Yaelah, kalo aku senyum, di ece-ecein aja.. kalo si Oik? Dipuji-puji setinggi langit!” ledek Cakka. Obiet tersenyum malu, tapi hanya beberapa detik. Ia kembali ke wajahnya yang pendiam dan datar. “Alah! Tampangmu juga bosenin, Biet! Dataaaar banget.. Kaya orang enggak punya kehidupan,”

            “Kejem banget, Cak,” ujar Obiet. Obiet memanyunkan bibirnya.

            “Bisa juga kamu manyun, Biet! Huahaha..hhh,” tawa Cakka yang kemudian mendapat dekapan secara tiba-tiba dari Obiet. Oik yang sedang membaca novel pun sempat melihat dari jauh semak-semak yang sejak tadi berisik itu.

            “Sst!” Cakka mengangguk.

                                                                        ***

            Awan it berwarna ungu ke kuningan, matahari nyaris saja tak terlihat. Apakah pertanda akan datangnya malam? Tidak. Yang ada justru hujan deras. Tepat di sanalah, taman matahari, Rio, Keke, serta Ray duduk santai melihat matahari yang indah.

            Rio mulai angkat bicara, “Awan hitam mulai berdatangan.. Matahari pun mulai tertutup.. burung-burung pergi berdetuh…”

            “Udah, enggak usah lebay. Langsung ke inti!” potong Keke. Rio tersenyum kecut, baru saja ia belajar membuat puisi dengan Ray. Saat berkata saja, Keke langsung menghentikan. Ray terkekeh.

            “Mau hujan nih! Ke bawah pohon gede sana aja yuk!” ajak Rio. Keke mengangguk. Rio mendorong kursi roda Ray. Keke berlari cepat, karena beberapa tetes air dari atas langit, mulai mengenai rambut gelombangnya yang panjang.

            Keke memeluk tubuhnya, dan sedikit mengelus-elus supaya sedikit hangat, begitu juga Rio. Tetapi tidak untuk Ray. Dia tetap diam dan memandang lurus kedepan. Keke melihat tatapan lurus Ray itu, dan juga melihat ke depan, penasaran apa sih yang dilihat Ray?

            Sesosok laki-laki memakai pakaian serba putih. Ia terlihat berlari kencang, tapi seketika ia terjatuh. Keke dengan cepat berlari ke lelaki itu.

            “Kamu enggak pa-pa kan?” tanya Keke membantu lelaki itu berdiri. Lelaki itu tak menjawab, dan melepas kasar genggaman tangan Keke. Keke menatap punggung lelaki yang semakin lama tak terlihat. ‘Apaan sih?’ Rio segera berlari menghampiri Keke.

            “Nanti kamu sakit, Ke.” Ujar Rio mengajak Keke kembali berteduh. Ia juga memakaikan jaket hitam yang bertulisan ‘AIO’ pada Keke. Ray dari kejauhan terus melihat sejak tadi. Matanya berkaca-kaca.

                                                                        ***

            Agni berlari di gelapnya malam, dan derasnya hujan. Memang sakit karena terkadang ia terjatuh. Dan saat ia bangkit berdiri, ia sudah merasa tidak kehujanan. Remang-remang warna biru terasa. Ia menoleh kebelakang. Cakka berdiri disana, dengan payung biru dan senyum manis.

            “Cakka?”

            “Kalau hujan-hujan, nanti sakit loh!” ujar Cakka. Agni menundukkan kepala. “Kamu kenapa, Ag? Kok lari-larian waktu ujan gini sih?”

            Agni belum menjawab, ia masih menundukkan kepala. Perlahan air mata mengalir. Cakka tahu Agni menangis, setelah ia mengelus pipi gadis itu dengan lembut. “Ibuku.. Kabur,” Cakka terkejut. Aku memang belum pernah menceritakan tentang Ibu Agni pada kalian semua. Tapi, Ibu Agni adalah psikopat. Saudara kandung Agni pun pernah dibunuh oleh Ibu Agni. dengan memotong kepala saudaranya itu tanpa rasa bersalah.

            “Kenapa.. aa.. Kok bisa?” tanya Cakka semakin penasaran.

            “Waktu berangkat sekolah, aku lupa mengunci kamar Ibuku. Mungkin saat itu Ibu keluar. aku takut, Cak.” Jelas Agni. Cakka merangkul dan mengelus pundak Agni lembut.

            “Sabar ya, Ag.. Pasti Ibumu cepet ketemu.”

            “Aku takut sebelum aku nemuin Ibu, Ibu udah terlanjur bikin masalah di semua tempat!” Cakka memeluk Agni erat. Sebelum amarah Agni keluar. dan mengelus rambut Agni. Agni membalas pelukan erat Cakka, air mata masih mengalir dengan lancar membasahi pipinya.

            “Aku takut,” Ucapnya lagi dengan nada yang sangat tinggi. “Aku ingin ayah cepet pulang.” Cakka masih membawa payung dengan tangannya, dan satu tangannya mengelus rambut Agni, berusaha supaya Agni tenang.

            ‘Emang bahaya, kalau psikopat berkeliaran di kota,’

                                                            ***


TO BE CONTINUED

Selasa, 07 September 2010

Kutetap Menanti (short story)

dinna bkin brg linna :D I hope you like my short story :)

Bissmillah..

***

Kutetap Menanti

 

            Agni berlari dengan mengenakan pakaian biru muda dan rok panjang berwarna putih, serta jepit biru dan sepatu berwarna biru senada. Dari pakaiannya sudah terlihat lumayan feminin, seperti ia akan datang ke suatu acara. Namun, kenapa harus berlari?

            ‘Mampus! Aku udah telat!’ batinnya. Ia mempercepat larinya. Di tengah jalan raya pun ia berlari, terkadang juga menoleh kesana kemari melihat keadaan. Tiba-tiba saja..

            TIIN! Teriak klakson sebuah mobil putih yang mewah. Agni menoleh dan otomatis terkejut sehingga seluruh tubuhnya bingung harus bergerak bagaimana.

            “AWAS! NYINGKIR!” teriak orang yang mengendarai mobil itu. Namun, Agni tak juga menyingkir. Orang itu berusaha keras mengerem mobilnya yang sejak tadi ia ajak ‘ngebut’.

            NGIIK…. SREK. Mobil itu berhasil ia rem. Tepat didepan Agni dan beberapa senti lagi mungkin akan mengenai kaki Agni. Agni masih terdiam dengan wajah kagetnya di depan mobil orang itu. Orang itu dengan kesal keluar dari mobilnya.

            “Heh! Sadar enggak sih? tadi aku udah teriak-teriak nyuruh kamu nyingkir! Eh apa? Kamu malah bengong seribu lagu di tengah jalan! Gila ya! nyaris aje aku nabrak kamu!” bentak orang itu. Agni seketika sadar dari lamunannya.

            “Apa?! Kamu nyalahin aku? Yang salah tu ya mas sendiri! Ngapain juga bawa mobil pake kecepetan setinggi langit! Kaya orang dikejar macan aja!” balas Agni tak mau disalahkan. Orang itu mendengus kesal.

            “Mas? Emangnye kamu kira aku kagak punya nama ape?! Nama aku CAKKA NURAGA! Enak aja mas.. emangnya mas parjo apa? Kamu sendiri juga ngapain lari-lari kaya habis nyopet dompet orang? Dasar mbak inem!” Agni melototkan matanya mendengar balasan orang yang bernama Cakka itu tak mau kalah.

            “Aku juga punya nama! Enak aja mbak inem! Emangnye pacar mu apa mbak inem?! Namaku AGNI NUBUWATI! salam licik dari saya!” balas Agni menjabat tangan Cakka dengan tenaga sapi. Cakka menjerit kesakitan.

            “Auh! Bener-bener sapi!”

            “Apaan? Dasar kupu-kupu!”

            “Bagus dong malah!” Cakka menjulurkan lidahnya.

            “Bagus sih luarnya! Dalemnya? Parah! Idup juga semenit doang!” Dan ditengah pertandingan adu mulut antara Cakka dan Agni. datanglah seseorang memakai pakaian seperti polisi, atau itu memang polisi?

            “Mampus! Woy, polisi woy! Kabur sendiri-sendiri!” aba-aba Cakka. Ia segera menaiki mobilnya dan melaju pergi. Agni pun berlari lagi, sayang sekali, dialah yang masih dikejar polisi itu.

            “Astajim! Tu polisi ngapain masih ngejar aku?” Sesekali Agni melihat kebelakang. Dilihatnya polisi kurus mengejarnya.

            “Hei! Jangan lari!” teriak polisi itu. Agni menelan ludah dan mempercepat larinya lagi.

                                                                        ***

            “Agni ini dimana sih?” gerutu sesosok perempuan memakai dress putih indah. Dia sahabat Agni, Gabriel Pangemanan atau Keke. ia melihat ke luar rumahnya, dan ia berhasil melihat Agni berlari dengan rambut yang sudah acakadul, tali sepatu yang sudah lepas semua, dan jepit rambut yang nyaris jatuh.

            “AGNI!” seru Keke. Agni berlari ke depan rumah Keke. berhenti tepat didepan Keke, dengan mengatur napasnya yang tak beraturan.

            “Kamu ngapain, Ag? Lari-lari?” tanya Keke. Agni menoleh kebelakang. Kini polisi itu tak lagi mengejarnya. Lalu pandangannya kembali pada sahabatnya.

            “Suer! Terkewer-kewer! Capek! Ayo cepet masuk! Ceritanya nanti aja! Acaranya udah dimulai?” Agni mendorong Keke masuk ke rumah Keke yang sedang mengadakan pesta ulang tahun Keke.

            “Udahlah! Daritadi malah! Eh, tapi… rambutmu? Sepatumu? Tasmu itu? Kacau, Ag mukamu!” ujar Keke. Agni meraba rambutnya sendiri.

            “Oh tidak! Ini garagara si Cakar ayam sialan!” geramnya menggebu-gebu.

            “Apa? Cakar ayam?”

            “Nanti aja tanyanya! Ayo ke kamarmu dulu! Aku malu kalau kayak gini!” Keke mengangguk

            Beberapa menit kemudian, Agni dan Keke keluar dari kamar Keke. Agni menceritakan semua yang terjadi saat ia berlari menuju rumah Keke. penjelasan yang sangat rinci, hingga dialog pertengkarannya dengan Cakka pun ia ceritakan.

            “.. Habis itu aku dikejar polisi deh! Alah, awas aja kalau ketemu dia lagi!” kata Agni mengepalkan tangannya. Keke menggelengkan kepala melihat tingkah sahabatnya itu.

            “Tadi siapa namanya? Cakka? Kayanya aku pernah denger deh, Ag.. Tapi, diamana ya?” tanya Keke mengingat-ingat. Agni mengerutkan alisnya.

            “Kok bisa pernah denger? Jangan-jangan kamu gebetannya lagi, Ke! Hahaha!” canda Agni. Keke memukul lengan Agni pelan.

            “Enggak mungkin kali, Ag! Kali aja malahan kamu jodohnya! Hahaha!” balas Keke juga bercanda. Agni menatap Keke sangar, Keke sudah ketakutan bukan main melihat wajah sahabatnya yang sesungguhnya sangat manis itu.

            “Haha.. Kamu bilang apa tadi, Ke?” tanya Agni dengan nada suara licik ala kartun anime di televisi. Keke menggeleng-gelengkan kepalanya.

            “Eng..gak.. Hehehe, piss lope en gaol, Ag,” jawab Keke memamerkan dua jarinya yang membentuk huruf ‘V’. wajah Agni kembali menjadi Agni yang manis, ia tersenyum dan tertawa pada Keke.

            “Hahahaha! Ayo ah! Aku mau ambil makan! Lapeer..” ajak Agni. Keke menghela napas lega. Untung dirinya tak jadi udang goreng yang siap disantap Agni.

                                                                        ***

            Agni duduk di tengah ramainya orang yang datang. Seketika, pandangannya tertuju pada seseorang berjalan sambil menjabat tangan pada teman-temannya dan tertawa bersama. Agni menyipitkan matanya, untuk memperjelas penglihatannya. Sepertinya dia pernah melihat sosok wajah itu.

            “Itu…”

            “AGNI!” teriak Keke mengagetkan Agni dari belakang. Agni mengelus dadanya karena terkejut.

            “Apaan sih, Ke? Mau aku mati cuma gara-gara jantung di kagetin sama sahabatnya sendiri?” tanya Agni menakut-nakuti. Keke menggeleng,

            “Enggak penting itu, Ag! Yang penting, aku sekarang tau siapa itu Cakar cakaran ayam itu lho!” seru Keke dengan senyuman mengembang. Agni menaikkan satu alisnya.

            “Siapa dia? Pengamen jalanan yang diangkat jadi penyanyi gitu? Sinetron amat idupnya!” ceplos Agni sebelum Keke memberitahunya.

            “Bukan! Bukan! Dia bukan pengamen, Ag! Dia itu vokalis plus guitarist Hero band!”

            “Hero Band? Kok aku enggak pernah tau? Band kampungan tuh,”

            “Itu tu terkenal banget tau, Ag! Mana Cakka itu paling diidolain cewek-cewek! Aaaaaa! Ganteng deh!” jelas Keke menggebu-gebu. Agni menggeleng-gelengkan kepala, ternyata sahabatnya sendiri, nge-fans berat sama Cakka yang bisa disebut teman adu mulut Agni.

            “Oh yaya? Iyaa.. Ganteng banget, Ke! Terlalu ganteng.. sampe-sampe aku mau muntah liatnya!” balas Agni dengan nada hampir mirip saat Keke menjelaskan tadi. Keke memandang Agni aneh, ekspresinya itu membuat ia terlihat seperti orang o’on atau lola. “Woy! Rupamu, Ke! Kaya orang o’on! Wahahaha!”

            “Ih! Asem! Muka manis, cantik jelita kaya gini dibilang o’on!” keluh Keke dengan wajah ditekuk kusut. Agni mencubit pipi chubby Keke karena gemas.

            “Aih, lucunya adikku!”

            “Adik? Huwek, aku ogah punya kakak kejem kaya kamu, Ag!” Agni tertawa lepas. Di tengah canda dan tawa dua sahabat yang sama cantiknya itu, Cakka memperhatikan Agni. dan sesekali mengarahkan kameranya pada gadis manis itu, dan seketika senyum menghiasi wajahnya.

                                                                        ***

            Agni berjalan celingak-celinguk mencari tempat dimana minuman segar berderetan terpajang. Saat ia menemukan tempat tersebut. Sesosok laki-laki menabraknya.

            “Astagfirullah!” kaget Agni. laki-laki itu otomatis menoleh melihat wajah Agni. Agni juga melihat wajah laki-laki yang menabraknya itu. Mulutnya terbuka lebar mengundang nyamuk-nyamuk yang lewat. Ingin ia berteriak keras, namun lehernya serasa tercekik.

            “Cakka! Ayo, udah mau tampil kita!” teriak salah satu teman Cakka yang membawa stik drum. Cakka membalas panggilan dari temannya itu. Lalu mengalihkan pandangan pada Agni.

            “Maaf ya.. Nih, minumku buat kamu aja.. sorry, kalo enggak minuman yang kamu suka.. Soalnya ini minuman kesukaanku,” ujar Cakka menyerahkan segelas jus Apel pada Agni. Agni masih bengong seribu lagu seperti yang dikatakan Cakka sebelumnya. Hingga Cakka pergi dan menghilang dari pandangannya.

            ‘Kok mendadak dia jadi… coolkas? Aaaaaaaaa! Omaigat!’ batin Agni meleleh. Lalu ia meminum jus yang Cakka berikan tadi.

            “Loh? Dia suka jus apel? Kok bisa sama kaya aku ya?”

                                                            ***

            Ramainya panggung di rumah Keke, membuat Agni penasaran apa sebenarnya yang terjadi disana? Dengan segera, ia berlari kecil menuju panggung itu. Berdesak-desakkan dengan orang-orang yang berteriak histeris, dan berhasil!

            “Cakkaaaa? Ya ampuuun!” teriak beberapa orang yang mungkin sebagian besar perempuan. Agni mendengar teriakkan itu dengan jelas.

            ‘Cakka?’

            “Sore semuanya!” sapa Cakka diatas panggung, dengan gitar yang menggantung di lehernya. Semua kembali berteriak histeris membuat Agni yang berada tepat di depan panggung menutup telinga dengan kedua tangannya. “Nyanyi sama-sama yuk!” ajak Cakka pada para HeroBanDeliciuos, nama fans Hero Band. “Jangan kau lepas ya! satu dua tiga yo!”

            Cakka dengan cepat beralih ke gitarnya. Jari-jarinya dengan lincah memainkan gitar itu. Terdengar sangat indah dan asyik. Agni pun menjadi semakin kagum dengan Cakka.

            ‘Sumpah! Dia beda banget waktu ketemu aku pertama kali tadi!’ batin Agni terkagum-kagum melihat Cakka dan personil lainnya, Ray, Obiet, Irsyad, dan Gabriel.

            “Ku takkan pernah tertawa, ku takkan pernah bahagia, ku takkan pernah merasakannya…” secara tiba-tiba, Cakka menarik tangan Agni untuk naik keatas panggung. Agni jelas terkejut, wajahnya memerah, jantungnya berdetak kencang, hatinya berbunga-bunga. “bila kau tak disini,” lanjut Cakka dengan menggenggam tangan Agni dan mengarahkan tangan Agni ke dadanya.

            ‘Oh, tidak..’ batin Agni tak bisa mengalihkan pandangannya dari tatapan mata Cakka. ‘Aku bakal susah tidur nanti,’

            “Izinkan aku, berlutut menghadap kau tuk kembali..” Cakka berlutut didepan Agni, mata Agni membelalak tak percaya dengan hal ini. Seluruh penggemar Cakka berteriak histeris, ada juga yang menyoraki Cakka dan Agni. Ray, pemain drum di Hero Band. Tersenyum melihat kelakuan Cakka. Ray adalah adik Cakka.

            ‘Tuh kan, apa kataku.. Pasti kakak tu kesengsem sama Agni,’ batin Ray. Ray memang satu angkatan dengan Agni, dan Cakka juga tentunya. Tapi tahun Cakka lebih tua satu tahun darinya, tetapi tetap sama tingkat kelasnya. Rumit ya?

            “Cakka! Apa-apaan sih? gila!” ujar Agni sedikit berteriak karena suasana disana ramai sekali.

            “Akting, Ag.. Akting!” balas Cakka melototin Agni. Agni memanyunkan bibirnya dengan tanda tanya besar didalam otaknya.

                                                                        ***

            “Cieh, siapa tuh tadi, Cak?” goda Irsyad menyundul lengan Cakka. Wajah Cakka bersemu merah.

            “Pacarnya kakak tuh!” sorak Ray. Ray sangat senang jika Cakka dengan Agni, karena Agni orangnya memang asyik dan friendly. Agni pun lumayan dekat dengan Ray.

            “Uhuy.. Cieh.. Prikitiew!” sorak Obiet dan Irsyad. Cakka menundukkan kepalanya, malu bukan main dia.

            “Malu-malu singa nih, Cakkanya! Hahaha.. Udahlah jujur aja sama kita-kita, Cak!” goda Gabriel. Cakka mendongakkan kepalanya.

            “Agni itu.. orang yang spesial,” ujar Cakka lalu berjalan pergi. Obiet, Irsyad, dan Gabriel heran dengan tingkah Cakka yang tumben-tumbennya tidak membalas ledekan mereka. Ray bersedekap dengan senyum kerennya.

            “Good job, kak..”

                                                            ***

            Hari demi hari, Cakka dan Agni semakin akrab. Tetapi mereka tetap sering adu mulut tanpa henti. Orang-orang yang biasa menghentikan adu mulut mereka adalah adik Cakka sendiri, Ray. Walaupun sering bertengkar dan adu mulut, tapi Cakka dan Agni adalah sahabat. Sahabat sejati.

            “Kak,” Ray mendekat ke Cakka, kakaknya yang sedang duduk santai di sofa.

            “Hmm?”

            “Kapan kak?” tanya Ray tiba-tiba. Firasat Cakka tidak enak, ia langsung bangkit dari santai-santainya. Dan memandang Ray serius.

            “Kapan apanya?” tanya Cakka balik. Ray bergerak akan membisiki sesuatu tepat di telinga Cakka. Cakka terkejut mendengar ucapan sang adik.

            “Apa-apaan deh, Ray? Jangan ngaco!” Ray memanyunkan bibirnya.

            “Aku enggak ngaco ah kak! Habis, Ray bosen liat kakak cuma ngarep-ngarep enggak jelas!” balas Ray. Cakka mengacak-acak rambut Ray yang lucu itu.

            “Besok deh ya! gojek!” ujar Cakka. Ray makin memanyunkan bibirnya.

            “Gocap kak! Bukan gojek! Gojek mah Gondrong jelek kan? Kejeem!” protes Ray tak terima nama julukannya diubah-ubah oleh kakaknya.

            “Yee.. Ngerasa.. Kamu yang bilang ya! bukan aku! Aku cuma bilang gojek! Hahaha!” canda Cakka seraya masuk ke kamarnya.

            Di kamar Cakka, ia masih berpikir tentang ucapan Ray tadi. Hatinya belum siap untuk berkata jujur. Bibirnya susah untuk digerakkan sesuai apa yang ia akan ucapkan. Jantungnya juga pasti akan berdetak kencang saat itu.

            ‘Tapi aku udah bilang sama Ray kalau besok,’ batin Cakka berpikir. ‘Yaudah lah! Besok! Aku harus bisa!’

                                                                        ***

            Cakka berjalan, dengan membawa setangkai mawar putih. Otaknya berputar, terus mengulang apa yang akan ia ucapkan nanti. Napasnya susah diatur, seperti ia sudah mengelilingi lapangan 10 kali.

            Sesampainya di taman, Cakka dapat melihat dari jauh. Sesosok gadis manis duduk dengan rambut sebahu yang tergerai indah. Gadis itu tahu keberadaan Cakka. Memasang senyum dan memanggil nama Cakka, itu yang ia lakukan.

            “Cakka!” serunya melambaikan tangan. Cakka mengangguk dan berlari ke tempat Agni berdiri.

            “Maaf, kamu udah lama nunggu?” tanya Cakka. Agni menggeleng pelan.

            “Enggak kok, Cak! Hehehe..” jawab Agni nyengir kuda. “Ngomong-ngomong, kita kesini mau ngapain? Main basket? Sepak bola? Bulu tangkis? Apa balap lari?” tanya Agni ganti dengan antusias. Cakka tertawa mendengar pertanyaan Agni yang menggebu-gebu.

            “Bukan semuanya!”

            Agni memanyunkan bibirnya, “Jangan bilang kita cuma mau liat-liat pemandangan disini.. Bosen tau! Aku udah rela-relain lari-lari kesini!”

            “Siapa suruh lari? Lagian, siapa juga yang mau ngajak liat-liat pemandangan? Yee, sok tau!” kata Cakka.

            “Terus?” Cakka tiba-tiba saja berlutut di depan Agni. sama seperti saat acara ulang tahun Keke. “Eh? Kamu mau ngapain? Berdiri!” tegas Agni. Cakka menyerahkan bunga itu pada Agni.

            “I love you,”

            “APA?! Jangan bercanda deh, Cak! Ini belum April Mop! Enggak lucu tau!” keluh Agni tak percaya.

            “Yee.. Ngeyel! Serius dulu ngapa?” protes Cakka. Agni menerima bunga mawar putih itu.

            “Tapi? Beneran ini, Cak?” tanya Agni masih tak yakin. Cakka menepuk jidatnya.

            “Iya, Agni sayangku manisku cintaku.. Ini serius menyerius!” jawab Cakka gemas dengan Agni hingga kalimat yang ia ucapkan menjadi tak beraturan dengan tata bahasa.

            “Hmm.. Terus?” Agni masih bingung ia harus berekspresi bagaimana, membalas ucapan Cakka dengan apa. Dia bingung.

            “Kamu mau jadi pacarku?” Hati Agni seakan tertusuk. Bukan karena patah hati, tapi saking terkejutnya dia dengan ucapan Cakka.

            “Kamu serius, Cak sama ucapanmu? Enggak bercanda kan?” tanya Agni lagi-lagi tak percaya dan mengguncang-guncang tubuh Cakka.

            “Dibilangin juga apa.. Iya, Agniku yang manis!”

            Agni langsung memeluk erat tubuh Cakka. Ia menempatkan bibirnya tepat di telinga Cakka, “I love you too,” kini ganti Cakka yang girang bukan main. Hatinya melompat girang. Jantungnya tetap berdetak kencang.

            “Kamu nerima aku, Ag? Beneran, Ag? Makasih!”

            Mungkin bisa saja aku menulis kata ‘The End’ tapi tidak. Aku tidak mau mengakhiri cerita pendek ini begitu saja. Di saat dua manusia itu bersenang-senang. Mungkin akan datang musibah, tetapi bukan hujan deras yang datang tanpa undangan.

            “CAKKA!” teriak seseorang yang langsung memeluk lengan Cakka. Cakka terkejut, melihat orang yang tiba-tiba saja muncul. Agni pun tak kalah kagetnya dengan Cakka. Siapa dia? Tiba-tiba datang ditengah kebahagiaan orang saja.

            “Cak, dia siapa, Cak?” tanya Agni. orang itu mendengar pertanyaan Cakka. Ia tersenyum.

            “Aku pacarnya, Cakka!” jawabnya dengan santai. Cakka semakin terkejut. Ia ingin melempar orang itu ke laut jawa. Agni memandang Cakka untuk kepastian.

            “Bukan, Ag! Dia bukan siapa-siapa! Aku aja enggak kenal sama dia!” cegah Cakka. Agni menjadi bingung. Yang mana yang benar?

            “Jangan bohong, Cak! Percuma kamu bohong! Aku bener-bener udah salah nerima kamu! Dasar playboy!” teriak Agni melepas amarah dan segera pergi meninggalkan Cakka dan orang yang tak dikenalnya itu.

            “Agni! tunggu, Ag!” teriak Cakka ingin berlari. Namun, orang itu tetap menarik tangannya kuat. Pandangan Cakka beralih ketika punggung Agni menghilang. Pandangannya kini tertuju pada orang disampingnya itu.

            “KAMU ITU SIAPA?! Aku enggak kenal kamu! Seenaknya aja ngaku-ngaku!” bentak Cakka melepas genggaman tangan orang itu.

            “Aku pacarmu, Cak! Aku Acha! Aku Acha, Cak!” jawab gadis bernama Acha itu.

            “Aku enggak kenal kamu! Aku enggak tau Acha itu siapa! Gara-gara kamu, cewekku, jadi marah sama aku! SEMUANYA GARA-GARA KAMU! PERGI!” bentak Cakka sejadi-jadinya. Ia mendorong Acha pelan, namun itu berhasil membuat Acha terjatuh. Cakka memang seseorang penyayang perempuan. Tetapi, jika orang itu membuatnya marah. Tidak segan-segan ia akan membentaknya.

            Cakka berlari pergi, namun tak bisa. Acha masih menahan kakinya. “Cakka! Aku Raissa Arif! Aku Acha, Cak! Kamu harus inget aku! Kamu harus inget aku, Cakkaaaaa!” teriaknya ketika Cakka berhasil berlari pergi darinya.

                                                                        ***

            Agni berlari kencang, sesekali ia menyeka air matanya yang mengalir deras. Masih terbayang wajah Cakka dan gadis itu tadi. Ramainya jalan raya, Agni tetap berlari. Hingga sebuah bus besar yang tak mau mengalah melaju.

            TIIN! Bunyi bel bus kota yang sangat keras. Agni mendengar. Tetapi, ia tak sadar bahwa bel itu tertuju untuknya. Bel itu masih terus berbunyi, hingga seseorang memeluk Agni dari belakang dan mendorong Agni menuju tepi jalan. Ia membalik tubuhnya, jadi dia yang terkena benturan dahsyat dari jalan keras tak bersahabat.

            “Auh!” jerit orang itu kesakitan. Agni terkejut saat melihat orang yang menyelamatkannya.

            “Cakka? Astagfirullah.. Tol…”

            “Stt.. diem! Dasar cewek cerewet!” potong Cakka dengan suara yang lirih.

            “Tapi, Cak.. Kamu harus cepet-cepet dibawa di rumah sakit.. aku bener-bener…”

            “Khawatir?” tebak Cakka.

            “Ya,”

            “Kalau kamu sayang sama aku, Aku mau kamu nyanyiin lagu kesukaanmu yang biasa kamu nyanyiin di kamar,” ujar Cakka. Agni menelan ludah, bukan karena gugup. Tapi karena takut. Takut jika ia selesai menyanyikan lagu kesukaannya yang berjudul ‘Kutetap Menanti’ itu, Cakka akan pergi.

            “Tapi, habis itu, aku langsung panggil orang-orang buat bawa kamu ke rumah sakit. oke?” Cakka mengangguk dan tersenyum.

            “Ku akan menanti meski harus penantian panjang

            Ku akan tetap setia menunggumu

            Ku tahu kau hanya untukku

            Biarlah waktuku habis oleh penantian ini

            Hingga kau percaya betapa besar

            Cintaku padamu, kutetap menanti,”

            “Janji kamu bakal setia sama aku, Ag?” tanya Cakka.

            “Ya, aku janji, Cak.. Aku janji!” jawab Agni dengan cemas.

            “Ma-makasih, Ag-ni” perlahan mata Cakka tertutup, tangannya semakin dingin. Agni mulai berteriak karena ketakutan.

            “Tolong! Tolong!” teriaknya. Lalu ia memandang Cakka, wajah putih itu pucat pasi. Tergores luka dihati Agni, setelah tahu bahwa Cakka tak lagi bernapas.

            “Cakka! Bangun, Cak! Kamu harus bangun! Kita main gitar sama-sama lagi! Cakka banguuun!” teriak Agni mengguncang tubuh Cakka. Percuma. Karena, mata itu, takkan lagi terbuka.

                                                            ***

            Di hutan sepi dan hanya terdengar suara gemericik air mengalir. Agni duduk di tanah yang dihiasi warna hijau dari rumput-rumput segar. Agni bangkit dari duduknya, dan berjalan menuju salah satu pohon dari ribuan pohon di hutan itu. Ada lubang di tengahnya, ia mengambil beberapa barang dari dalam sana.

            ‘Dear Agni,

I love you forever’

            Meski tulisan dalam kertas itu pendek, melebihi pendeknya pantun, tulisan itu berhasil membuat air mata Agni keluar dan mengalir jatuh ke tanah. Setelah itu, ia melihat sebuah boneka beruang kecil berwarna coklat. Itu benda yang sangat ia kenal, itu adalah hadiahnya untuk Cakka saat ulang tahun Cakka ke 17 tahun.

            Agni mengukir namanya dan Cakka di pohon tersebut. Walau perihnya jari Agni saat pisau yang ia gunakan untuk mengukir itu mengenai jarinya. Lalu, Agni memasang foto Cakka di pohon itu. Ia tersenyum.

            “Kita main gitar sama-sama lagi yuk, Cak!” ajaknya berbicara pada foto yang menempel di pohon itu.

            “Meski dirimu bukan milikku, namun hatiku tetap untukmu

Berjuta pilihan disisiku, takkan bisa menggantikanmu

Walau badai menerpa cintaku takkan kulepas

Berikan kesempatan, untuk membuktikan ku mampu jadi yang terbaik

Dan masih jadi yang terbaik

Ku akan menanti meski harus penantian panjang

Ku akan tetap setia menunggumu

Ku tahu kau hanya untukku

Biarlah waktuku habis oleh penantian ini

Hingga kau percaya betapa besar

Cintaku padamu, ku tetap…” Agni menghela napas panjang dengan air mata yang telah mengalir, “menanti,”

                                                            THE END