Rabu, 05 Mei 2010

Tanya Hati part 5 :: Rindukan Dirimu


Rindukan Dirimu

Hari ini, hari pemakaman Mama Keke. Rio dan semua teman-teman Keke datang dengan mengenakan pakaian hitam. Air mata kini membasahi pipi Keke.
‘Keke.. Keke harus sabar.. Ini emang udah saatnya Mama di panggil Tuhan.. Keke harus sabar ngadepin cobaan ini..’ batin Keke terisak dan mengatur nafas.
“Ke, sabar ya..” ujar Oik menepuk pundak Keke. Keke menghapus air matanya dan tersenyum.
‘Angel, kasihan banget.. Kayaknya dia sial banget ya sekitar hari-hari ini?’ pikir Rio. Lalu ia mendapat ide untuk menghibur Keke.
***
Rio berlari ke rumah Keke, diketuknya pintu rumah Keke. Keke membukakan pintu.
“Eh, Rio?” Rio tersenyum gaje. Keke bingung. Lalu Rio mengeluarkan bunga mawar merah dan putih dari belakang tubuhnya. Rio menyerahkan bunga itu pada Keke.
“Ri..Rio..”
“Bunga mawar ini khusus aku berikan pada malaikatku yang cantik,” ujar Rio. Keke tersenyum, tapi matanya berkaca-kaca, setitik air mata mengalir di pipi Keke.
“Loh? Kok nangis?” tanya Rio.
“Aku.. berniat.. pulang ke Semarang, ke tempat Saudaraku, Ray..” jawab Keke.
“Kenapa? Kenapa harus ke Semarang?” tanya Rio lagi dengan nada yang meninggi.
“Karena semua keluarga besarku ada di Semarang,”
“Terus, kamu mau pergi gitu aja ninggalin semua temen-temenmu?”
“Aku baru saja mau meneleponmu dan yang lain, tapi aku ragu, aku enggak mau buat kalian sedih!” Rio tak berkata apapun setelah kalimat itu Keke ucapkan, segera saja Rio berlari pergi.
***
“Apa? Ke, kamu serius?” tanya Oik saat Keke menceritakan semua ke Oik.
“Ya, Ik.. Aku serius.. Lagian, Ray juga yang menyuruhku ke sana..”
“Berapa lama?”
“Aku.. Enggak tahu.. Mungkin akan lama,” jawab Keke sedikit terisak.
“Jangan nangis, Ke.. Kita suruh semua kumpul di taman aja ya.. Buat ceritain semuanya,” hibur Oik. Keke menagangguk. Lalu Oik menelepon mulai Cakka sampai Agni. Tapi, Rio tak mengangkat teleponnya.
“Rio! Angkat dong!” keluh Oik.
“Sebenernya, Ik.. Dia udah tau.. Tadi dia ke rumahku.. Waktu aku ceritain ke dia, dia langsung pergi..” jelas Keke.
“Terus dia malah marah gitu?! Ah Rio enggak ngerti banget perasaan orang!” marah Oik.
“Udah Ik.. Ini emang salahku.. Aku sms dia aja ya..”
To : Rio
Yo, kita semua mau kumpul di taman biasanya.. Ku harap kamu juga dateng
***
“Yakin, Ke? Masa kamu mau tinggalin aku sih, Ke?” tanya Agni dengan nada tinggi.
“Maafin aku, Ag… Tapi, emang aku harus ke Semarang..”
“Kamu tadi mau ke rumah siapa?” tanya Cakka.
“Ray..”
“Ray? Ray sapa? Ray di kelasku itu?” tanya Cakka lagi.
“Muhammad Raynald Prasetya,” jawab Keke.
“Walah? Sejak kapan Ray itu saudaramu?” tanya Cakka lagi lagi.
“Aslinya sih, dia bukan saudaraku, dia anak temennya Tanteku.. Mamanya udah meninggal, Ray sekarang tinggal sama Tanteku.. Yah, aku udah anggep dia saudara kandungku,” jelas Keke. Cakka hanya menganggukkan kepala.
“Kapan kamu ke Semarang, Ke?” tanya Obiet.
“Besok siang,” jawab Keke sambil menundukkan kepala.
“Kok cepet amat?” kaget Obiet.
“Berjanjilah wahai sahabatku bila kau tinggalkan aku tetaplah tersenyum.. Meski hati sedih dan menangis kuingin kau tetap tabah menghadapinya..” senandung seseorang dibelakang Keke yang tak lain Rio, sambil membawa gitar.
‘So sweet,’ batin Oik.
‘Rio berani juga yah,’ batin Cakka.
‘Rio, enggak sadar kamu bisa se so sweet itu,’ batin Agni.
‘Wow, ini baru namanya sahabatku,’ batin Obiet.
“Semoga dirimu disana kan baik baik saja.. Untuk selamanya, disini aku kan selalu Rindukan Dirimu, wahai sahabatku,” lanjut Rio sambil memetik senar gitarnya.
“Rindukan dirimu,”
PLOK! PLOK! PLOK! Semua teman-teman malah tepuk tangan, Keke tersenyum. Rio mukanya udah merah semerah strawberry.
“Hei! Udah yuk! Jangan sedih-sedihan lagi! Gimana kalau kita bikin time capsule?” usul Agni.
“Time capsule itu apa, Ag?” tanya Cakka.
“Nanti kalian semua tulis apa aja di kertas terus kita masukin di kardus ini, nanti kita simpen di rumah pohonku!” jawab Agni.
“Boleh boleh aja! Tapi tulis apaan yah?”
“Hal yang menyenangkan atau tak terlupakan kalau enggak.. orang yang kamu sukain sekarang, ahhahaa..”
“Jiah! Oke deh! Ayo mulai sekarang!” seru Oik tak sabar. Dan semua langsung menulis sesuatu di masing-masing kertas. Mau tau isinya? Tunggu 4 tahun dulu, wkwkwk.
Kira-kira 90 detik Agni telah menyelesaikan tulisannya, kemudian disusul Cakka, lalu Obiet, lalu Oik, lalu Rio, dan terakhir Keke.
“Udah semua kan?” Semua mengangguk. Lalu Agni dan Cakka menyimpan kardus itu di rumah pohon.
“Simpen dimana Cak enaknya?” tanya Agni.
“Dimana aja asal jangan diatas langit,” jawab Cakka asal.
“Yaiyalah!”
“Disini aja ya!” ujar Agni. Cakka mengangguk, Cakka terus memandang Agni saat Agni menyimpan kardus yang bertuliskan ‘Dibuka Kalau Keke Balik ke Jakarta!’
“Selesai!” Agni menoleh ke Cakka, Cakka masih terus memandang Agni. Muka Agni jadi memerah.
“Ngapain liatin aku?” tanya Agni sok cuek berusaha menutupi kesaltingannya.
“Diliat-liat.. Kamu manis ya, Ag!” puji Cakka. Muka Agni makin bersemu merah.
“Tapi BOONG!” sambung Cakka tersenyum jail.
“Ah! Sialan!” Agni memukul punggung Cakka, lalu ia berjalan turun kembali ke taman. Ternyata, dibawah sudah terdapat Oik yang menunggu Cakka.
“Cak, ayo! Hehehe,” seru Oik. Cakka mengangguk. Agni melihat mereka.
‘Kayak orang pacaran aja,’ batin Agni entah mengapa sedikit kesal. Tiba-tiba terbayang dipikirannya Cakka memberikan bunga dan mereka bergandengan bersama berlari di rerumputan (gilaa lebay sumpah dinna yg bayangin!)
“Agni ayoo!” ajak Cakka. Agni sadar dari lamunannya.
‘Ah! Aku ni mikir apaan siih?! Gilaaaaaaa!!!’ batin Agni sambil turun dengan tangga. Karena Agni tidak menjaga keseimbangan dan tidak melihat jalan dibawah ia terjatuh.
“AGNI!” teriak Cakka dengan sigap menangkap Agni. Agni udah muter tuh kepalanya.
“Aku masih hidup?” tanya Agni. Cakka memasang muka khawatir.
“Enggak, Ag! Kamu udah diatas! Hehehe, enggak deng! Yaiyalah kamu masih hidup! Bangun!” teriak Cakka.
“Tapi… tapi.. tapi… pusing…” kata Agni lalu pingsan.
“Agh! Ni anak! Bikin ribet aja!” keluh Cakka. Oik yang melihat, sedikit cemburu.
“Cak, Agni kenapa?” tanya Oik.
“Jatuh dari atas tu! Masa dia tadi nanya ‘Aku masih hidup?’ serasa udah diatas langit aja dia!” cerocos Cakka. Oik hanya diam, senyum yang tadinya terpancar kini memudar.
“Ooo.. Hahaha..”
***
“Ya ampuuuun… Agni? Agni kenapa, Cak?” tanya Keke khawatir. Cakka meletakkan Agni (kyk barang aja) di tempat duduk yang ada di taman tersebut.
“Jatuh waktu mau turun dari rumah pohon,” jawab Cakka sok cuek. Padahal di hatinya yang paliing dalaam dia khawatir banget.
“Kok bisa sih?” tanya Keke lagi.
“Enggak tahu ya,” jawab Cakka.
“Agni! Bangun, Ag! Agni!” ujar Keke sambil mengguncang Agni pelan. Tapi, enggak ngaruh.
“ih! Enggak sadar sadar.. padahalkan cuma jatuh biasa!” keluh Keke. dia bilang biasa? Padahal, rumah pohon Agni itu tinggi banget.
Entah ada angin apa, Cakka mendekat ke Agni ia berbisik “Ag, bangun dong.. Aku enggak mau kamu tidur selamanya.. Dunia ini sepi tanpamu..” Ajaib! Agni akhirnya bangun.
“Kamu bisikin mantra apaan sama Agni, Cak?” tanya Obiet.
“Emang aku apaan pake mantra mantra segala.. Aku enggak bisikin apa apaan kok!” jawab Cakka berbohong.
“Ha? Aku.. Aku masih hidup?!” teriak Agni tiba-tiba. Cakka menepuk jidatnya.
“Kan aku tadi udah bilang kamu masih hidup, Ag! Eh, kamunya malah pingsan!” ujar Cakka.
“Sorry.. Tadi aku enggak ngerespon sama sekali.. Habis kepalaku pusing banget rasanya!” balas Agni. Diam sejenak, Agni celingak-celinguk, “Terus, siapa yang bawa aku kesini?” tanyanya. Semua memandang tanda menggoda pada Cakka. Cakka jadi bingung sendiri.
“Hei! Kenapa pada natap aku gitu?” tanya Cakka.
“Ah! Sok enggak tahu kamu, Cak! Kan Agni tanya siapa yang bawa dia kesini, kok enggak dijawab?” goda Rio.
“Agh! Oke..oke.. Aku yang gendong kamu sampe sini! Gilaa, berat tau, Ag!” Semua tertawa melihat tingkah Cakka yang berusaha menutupi ke salting-annya. Diantara tawa itu, Oik memandang sedih + marah sama Cakka.
‘Apaan tuh bilangnya kalau dia sayang sama aku! Kok sekarang malah Agni?!’ keluh Oik di bawah pohon. Lalu, seseorang menyodorkan sandwich ke Oik, siapa lagi kalau bukan Obiet.
“Eh?”
“Makan dulu, entar sakit lho! Hehehe,” ujar Obiet. Oik tersenyum dan menerima sandwich yang diberikan Obiet.
“Makasih!” balas Oik sambil tersenyum manis.
‘Hanya Obiet yang bisa, Hanya Obiet yang tahu, Hanya Obiet yang mengerti semua inginku, Ajari Oik tuk bisa menyayanginya,’ yang mungkin lagu itu yang terpancar dipikiran Oik.
“Kamu cemburu ya liat Cakka sama Agni?” tanya Obiet tiba-tiba.
“Ah? Eh? Enggak kok! Ngapain aku cemburu? Akukan bukan siapa siapanya Cakka!” jawab Oik berusaha tersenyum. Obiet tersenyum.
‘Coba kamu tau, Ik.. Yang sayang sama kamu itu aku,’ batin Obiet. Cakka melihat Obiet dan Oik, tapi dia bukan cemburu, bukan marah, biasa aja.
‘Hehehe.. Obiet, aku tau kamu tu sayang banget sama Oik, aku jadi enggak mau ngerebut Oik dari kamu..’ batin Cakka tersenyum melihat Obiet-Oik.
***
“Angeline..”
“Eits! Panggil aku Keke jangan Angeline! Kepanjangan! Heheh..” ujar Keke. Rio tersenyum, lalu mengangguk.
“Ah, pesawatnya udah mau berangkat tuh! Cepet, Ke! Keburu telat!” seru Obiet. Keke mengangguk. Saat Keke hendak berlari, Rio hendak mencegatnya. Keke menoleh ke Rio.
“Jangan lupain aku ya,” kata Rio. Keke mengangguk.
“Aku bakal sering kirim surat ke kamu kok, Yo!” balas Keke. Lalu ia berlari, sambil membawa koper-kopernya. Ia menoleh, didapatnya Oik dan Agni menangis, Rio sedikit menitikkan air mata sambil melambaikan tangan, Obiet dan Cakka yang melambaikan tangan.
“JANGAN LUPAIN AKU YA, TEMEN-TEMEN!!” teriak Keke.
“AKU ENGGAK BAKAL LUPAIN KAMU, KE!!” balas Oik dan Agni.
Pesawat itu kini telah berangkat, terbang tinggi, pergi ke Semarang. Air mata membasahi hari itu, apalagi Oik dan Agni, sahabat setia Keke.
Di hari yang menyedihkan itu, ada beberapa orang yang bersorak gembira akan kepergian Keke ke Semarang yang akan lama.
“Guys! Siap-siap kita akan ubah semua kehidupan Keke!”
***

TO BE CONTINUED

Tidak ada komentar:

Posting Komentar